Makalah Institusi Zakat
MAKALAH INDIVIDU
MANAJEMEN
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
Tentang
INSTITUSI
ZAKAT
Oleh
Sherly
Agustri Ningsih 1630401170
sherlyagustriningsihiainbatusangkar.blogspot.com
Dosen
Dr.
H. SYUKRI ISKA, M.Ag
IFELDA NENGSIH, S.EI, M.A
JURUSAN
PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017
2017
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Polemik
zakat memang tidak asing dikalangan masyarakat muslim, zakat sebagai salah satu
rukun islam, tepatnya rukum islam yang ke empat adalah sangat penting. Ada 82
tempat di dalam Al-Qur’an yang menyebutkan tentang zakat beriringan dengan
shalat. Kedudukan anatara zakat dan shalat yang sering dikaitkan di beberapa
ayat dalam Al-Qur’an mrenunjukkan bahwa zakat dari segi keutamaan hampir sama
seperti halnya shalat. Shalat dikatakan sebagai ibadah badaniah dan zakat
dkatakan sebagai ibadah maliyah yang paling utama.
Zakat fitrah
sebagai salah satu zakat yang paling penting bagi muslim, memang tidak ada
penjelasan secara khusus dari dalam Al-Qur’an, tetapi penjelasan kewajiban
zakat itu dijelaskan di dalam hadist Nabi. Zakat fitrah itu diwajibkan baik itu
laki-laki, perempuan, merdeka, ataupun budak sekalipun.
Kewajiban
zakat akan memberikan pengaruh dampak yang positif bagi para pemberinya.
Karena, zakat itu sendiri esensinya merupakan sebuah pemberian yang diwajibkan
kepada orang muslim untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya dengan
syarat-syarat tertentu guna untuk membersihkan harta kita. Kenapa dikatakan
untuk membersihkan? Karena, di dalam harta seseorang yang tersimpan itu
terdapat hak-hak orang lain. Allah hanya memberikan harta itu kepada kita
sebagai manusia. Dan kewajiban kitalah sebagai yang dititipkan untuk memberikan
harta tersebut kepada orang yang berhak mendapatkannya.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian Zakat
Zakat
dari segi etimologi memiliki beberapa arti, antara lain ialah “pengembangan”.
Harta yang telah diserahkan zakatnya, memberi berkah terhadap sisa harta
sehingga secara kualitatif lebih bernilai guna meskipun secara kuantitatif.
Dalam
terminologi fiqh, secara umum zakat didefinsikan sebagai bagian tertentu dari
harta kekayaan yang diwajibkan Allah SWT untuk sejumlah orang yang berhak
menerimanya. Pengertian diatas terkandung makna bahwa zakat memiliki dua
dimensi yaitu dimensi ibadah yang dilaksanakan dengan perantaraan harta benda
dalam rangka mematuhi perintah Allah SWT dan mengharapkan pahala dari-Nya, dan
dimensi sosial yang dilaksanakan atas dasar kemanusiaan. (Ritonga, 2002)
Zakat
menurut lughat, ialah subur, bertambah. Menurut syara’ ialah, jumlah harta yang
dikeluakan untuk diberikan kepada golongan yang telah ditetapkan syara’. Dari
segi bahasa, kata zakat merupakan mashdar (kata dasar) dari zaka
yang berarti berkah, tumbuh, bersih, baik dan bertambah. Dari segi istilah
fikih, zakat adalah sebutan bagi sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh
Allah SWT agar diserahkan kepada orang-orang yang berhak (mustahak).
Zakat
menurut loghat artinya suci dan subur. Menurut istilah syara’ ialah:
mengeluarkan sebagian dari harta benda atas perintah Allah, sebagai
shadaqah wajib atas mereka yang telah ditetapkan menurut syarat yang
telah ditentukan oleh hukum Islam.
Menurut UU
No. 38 Tahun 1998 tentang Pengelolaan Zakat, pengertian zakat adalah harta yang
wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim
sesuai ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.(Rifa'i, 1978)
Adapun dasar hukum diwajibkannya zakat,
diantaranya yaitu:
a. QS.
al-Baqarah (2): 43
.وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan rukulah beserta orang-orang yang ruku”.
b. QS.
al-Bayyinah: (98): 5
وَمَا اُمِيْرُوْآ اِلاَّ لِيَعْبُدُواللَّهَ
مُخْلِضِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَآءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلوةَ
وَيُؤْتُواالزَكَوةَ وَذالِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ.
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.
c. Dalil dari
sunnah antara lain sabda Nabi SAW:
“Islam
dibangun di atas lima pilar: Kesaksian bahwa tiada tuhan melainkan Allah
dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji,
dan puasa Ramadhan”
- Pembentukan BAZNAS
Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk
oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang
memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah
(ZIS) pada tingkat nasional.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin mengukuhkan peran BAZNAS
sebagailembaga yang berwenang melakukan
pengelolaan zakat secara nasional. Dalam UU tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai
lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab
kepada Presiden melalui Menteri Agama. Dengan demikian, BAZNAS bersama
Pemerintah bertanggung jawab untuk mengawal pengelolaan zakat yang berasaskan:
syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi dan
akuntabilitas.
Selain menerima zakat, BAZNAS juga
dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya.
Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan
peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam
pembukuan tersendiri.
Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS
dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan
BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Struktur Organisasi Badan Amil Zakat Nasional terdiri atas:
1)
Badan Pelaksana
Badan Pelaksana mempunyai tugas
menyelenggarakan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat sesuai
dengan ketentuan agama dan tugas lain berkenaan dengan pengelolaan zakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugasnya, Badan
Pelaksana memperhatikan pertimbangan yang disampaikan oleh Dewan Pertimbangan
dan hasil pelaksanaan tugas Badan Pelaksana setiap 1 (satu) tahun dilaporkan
kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat, termasuk laporan hasil pengawasan
oleh Komisi Pengawas.
2)
Dewan Pertimbangan
Tugas dari Dewan Pertimbangan yaitu
memberikan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat kepada Badan Pelaksana agar tugas dari badan pelaksana
dapat berjalan dengan baik.
3)
Komisi Pengawas
Komisi Pengawas mempunyai tugas
menyelenggarakan pengawasan atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat oleh Badan Pelaksana. Komisi Pengawas dapat meminta bantuan
akuntan publik dalam melaksanakan tugas pemeriksaan keuangan.
Mengenai tentang jangka waktu
keanggotaan BAZNAS sesuai yang tercantum dalam pasal 15 Kepres No. 8 tahun 2001
tentang Badan Amil Zakat nasional yaitu Anggota Badan Amil Zakat Nasional
diangkat untuk satu kali periode selama 3 (tiga) tahun.
- Pembentukan Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Untuk membantu BAZNAS dalam
pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat
dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2011
Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri. Izin tersebut diberikan apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
a)
Terdaftar
sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan,
dakwah, dan sosial.
b)
Berbentuk lembaga berbadan hukum
c)
Mendapat rekomendasi dari BAZNAS
d)
Memiliki pengawas syariat
e)
Memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan
untuk melaksanakan kegiatannya
f)
Program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan
umat
g)
Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
Berikut contoh sebagian
lembaga amil zakat yang beroperasi resmi di Indonesia :
1.
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas)
2.
Rumah Zakat
3.
Dompet Dhuafa Republika
4.
LAZIS Nahdlatul Ulama
5.
LAZIS Muhammadiyah
- Mekanisme Pengelolaan Dana Zakat
- Pengumpulan Zakat
Pengumpulan zakat oleh lembaga amil
zakat (LAZ) dan badan amil zakat baik yang sekala nasional yang letaknya di ibu
kota negera (BAZNAS) sampai dengan yang
besekala kedaerahan (BAZDA), harus benar-benar dilaksanakan, sebagai lembaga
atau badan yang sudah memiliki aturan
yang tersendiri menmbuat Lembaga Amil Zakat harus berkeraja dengen oktimal
serta memperhatika etika dalam mengumpulkan zakat, pengumpulan zakat yang
dilakukan oleh lembaga harus didukung oleh beberapa hal seperti mencatat dan
membukukan segala harta zakat.
Didalam undang-undang yang lama
yaitu Undang-Undang nomor 38 tahun 1999 dikemukakan bahwa organisasi yang
mengelola zakat terdiri dari dua zenis, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ) pada pasal 7, selanjutnya pada bab tentang sanksi (Bab
VIII) dikemukakan pula bahwa setiap
pengelola zakat yang karna kelalaian mencatat dengan tidak benar tentang zakat
infaq,sadakah,wasiat,waris, sebagai mana yang dikemukakan dalam pasal 8,pasal
12, dan pasal 11 undang undang tersebuthukuman kurungan selama-lamanya tiga
bulan dan denda sebayak-banyaknya Rp.30.000.000 (tiga puluh bjuta rupiyah),
sanksi ini tentu dimaksutkan agar BAZ dan LAZ yang ada dinegara kita menjadi
pengelola yang kuat, amanah,dan dipercaya sehingga dengan demikian masyarakat
semikin percaya dengan lembaga amil zakat.
- Penyaluran zakat
Zakat yang dikumpulkan oleh lembaga
zakat, harus segera disalurkan kepada mustahik sesui dengan sekala proritas
yang telah disusun dalam program kerja. Zakat yang akan disalurakn oleh lembaga
amil zakat harus diberikan kepada orang yang secara sah diberikan dan sudah
termauk kedalam keriteria yeng telah di terangkan didalam Al-Quran QS.At-Taubah
ayat: 60
* $yJ¯RÎ) àM»s%y 0¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#u r tû,Î#ÏJ»yèø9 $#ur $pkön=tæ Ïpxÿ©9x sßJø9$#ur öNåkæ5qè=è%
Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏBÌ»tóø9$#ur Îûur È@9Î6y «!$# Èûøó$#ur È@9Î6¡¡9$# ( ZpÒÌsù ÆÏiB «!$# 3
ª!$#ur íOÎ=tæ ÒO9Å6ym ÇÏÉÈ
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana[647]. (QS.At-Taubah ayat:60)
Pemberian zakat kepada pakir miskin,
sekalipun kedua kelompok ini memiliki perbedaan yang sangat siknifikan, akan
tetapi dalam tehnis oprerasional sering dipersamakan, yaitu mereka yang tidak
memiliki penghasil dalam hal ini pemberian zakat bias dua bentuk , apakah zakat
yang sifatnya konsumtif maupun zakat yang diberikan adalah produktif, dengan
demikian akan memberikan dua efek yang berbeda jika jaka jakat yang diberikan
bersifat produktif maka akan memiliki dua kemungkinan, yaitu didak diberikan
zakat berupa kebutuhan makanan pokok karna dengan zakat yang produktif akan
memberika penghasilan tersendiri dan hasilnya mampu bertahan lama.
Dengan demikian satu tugas utama
dari badan amil zakat atau lembaga amil zakat dalam mendistribusikan zakat,
adalah: menyusun sekala prioritas berdasarkan program-program yang disusun
berdasarkan data yang akurat. Karna pada
saat ini lembaga amil zakat sudah bias ditemukan di berbagai tempat maka perlu
adanya spefikasi terhadap lembaga tersebut misalakan adanya lembaga amil yang
husus menangani zakat produktif dan zakat lainya.
Kemudian didalm Undang-undang nomor
23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di Indonesia dalam pasal 26 menjelaskan
bahwa: Pendistribusian zakat, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25
dilakukan berdasarkan skala
prioritas dengan
memperhatikan prinsip pemerataan,
keadilan, dan kewilayahan.
Dengan demikian sakala perioritas
dengan memperhatikan tiga perinsip dalam mendisteribusikan zakat oleh Lembaga
Amil Zakat dan Badan Amil Zakat baik yang bersekala nasional (BAZNAS) maupun
yang bersekala kedaerahan (BAZDA). diantara sekala perisnip perioritas tersebut
adalah:
a.
Pemerataan
Jadi zakat
yang disalarurkan oleh Lembaga Amil Zakat/ LAZ atau badan amil zakat BAS harus
diperhatikan pemerataan, pemerataan maskustnya adalah zakat yang disalurkan
harus benar-benar diberikan kepada orang yang
berhak menerimanya seprti yang dijelaskan didalam al-qur’an suarat At-Taubah:60.
Ada tujuh orang yang berhak menerimanya diantaranya adalah sbb:
a)
Fakir dan miskin
b)
Kelompok amil
c)
Kelompok muallaf
d)
Kelompok budak
e)
Kelompok gaharim (berhutang)
f)
Orang yang dalam jalan allah (fi’sabilillah)
g)
Ibnu sabil
b.
Keadilan.
Prinsip yang kedua adalah: keadilan dalam mendisteribusikan zakat kedailam
menjadi perioritas yang utama yang harus diperhatikan oleh lembaga amil zakat
(LAZ ) dan badan amil zakat (BAZ) dengen memberikan zakat kepada mustahik zakat
berdasarkan jumlah dan kadar tertentu .
c.
Kewilayahan
Prinsip yang selanjutnya adalah: kewilayahan, kewilayaah maksutnya adalah
zakat dalam pendisteribusikan harus berdasarkan wilayah tertentu, artinya setiap badan amil zakat
daerah (BAZDA) harus nemperioritas kan
para mustaik zakat di daerah setempat.
- Mekanisme Pengalokasian Dana di Tanah Datar
Alokasi
dana untuk mustahik pada 2013, 2014, dan 2015 sama-sama mengacu pada Surat
Keputusan Ketua Badan Amil Zakat Kabupaten Tanah Datar Nomor :
08/SK/BAZ-TD/IV/2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Tanah Datar Makmur
Badan Amil Zakat Kabupaten Tanah Datar. Pengalokasian dana bantuan untuk zakat produktif sebanyak 27,5 % dari total
penghimpunan. Pada tahun 2013 dan 2014 terjadi kelebihan dari alokasi yang
ditentukan sedangkan pada 2015 terjadi ketidaktercapaian dari target alokasi
yang ditetapkan.
Untuk
lebih detailnya sebagai berikut: a. Alokasi dana bantuan untuk program Tanah
Datar Makmur adalah sebanyak 27.5 % dari total dana zakat yang dihimpun oleh
BAZNAS Kabupaten Tanah Datar. (Pedoman Pelaksanaan Program Tanah Datar Makmur
Badan Amil Zakat Kabupaten Tanah Datar, 2014)
Dari keterangan data diatas bahwa pada tahun 2013 pendistribusian zakat
produktif sebesar Rp. 2.795.398.000,- adalah 33,21 % dari total pengumpulan.
Pada tahun 2014 pendistribusian zakat produktif sebesar Rp. 2.522.051.000,-
adalah 28,81 % dari total pengumpulan. Sedangkan pada tahun 2015
pendistribusian zakat produktif sebesar Rp. 1.254.584.000,- adalah 13,67 % dari
total pengumpulan. Untuk pengalokasian dana zakat produktif terlihat
inkonsistensi sebab pada tahun 2013 sebesar 33,21 % berarti berlebih 5,71 %
dari alokasi yang ditentukan. Pada tahun 2014 sebesar 28,81 % berarti ada
kelebihan 1,31 %. Sedangkan pada 2015 sebesar 21,38 % berarti belum mencapai
target alokasi atau kurang 13,83 %.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengelolaan zakat oleh amil zakat
telah dicontohkan sejak zaman Rasulullah saw., pengelolaan dan pendistribusian
zakat dilakukan secara melembaga dan terstruktur dengan baik. Dalam konteks
ke-Indonesiaan hal itu tercermin dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23
tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, di mana dalam Undang-undang tersebut
mengatur dengan cukup terperinci mengenaifungsi, peran dan tanggung jawab Badan
Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Dalam rangka memaksimalkan peran dan
fungsi lembaga pengelolaan zakat, tentunya harus dikelola sebaik mungkin. Tidak
cukup sampai di situ, lembaga pengelolaan zakat juga harus akuntabel, yaitu
amanah terhAdap kepercayaan yang diberikan oleh muzakki dan juga amanah
dalam mendistribusikannya kepada mustahiq, dalam arti tepat sasaran dan
tepat guna.
DAFTAR PUSTAKA
Rifa'i, M. (1978). Fiqh Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra.
Ritonga, R. (2002). Fiqh Ibadah. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Komentar
Posting Komentar