Makalah Perusahaan Leasing



MAKALAH INDIVIDU
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK

Description: Logo_IAIN_Batusangkar.jpg

Tentang
PERUSAHAAN LEASING

Oleh
Sherly Agustri Ningsih                 1630401170
sherlyagustriningsihiainbatusangkar.blogspot.com

Dosen
Dr. H. SYUKRI ISKA, M.Ag
IFELDA NENGSIH, S.EI, M.A


JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Untuk menjalankan suatu usaha maka kita memerlukan modal yang tidak sedikit. Apalagi kita juga membutuhkan barang-barang modal untuk menjalankan suatu usaha tersebut, agar kita dapat menjalankan suatu usaha dengan lancar maka kita membutuhkan suatu lembaga untuk memperoleh suatu dana usaha, lembaga ini dinamakan leasing.
Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama.
Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.



BAB II
PEMBAHASAN
  1. Mekanisme Operasional Perusahaan Leasing: Produk dan Mekanisme Pelaksanaan Leasing
Istilah Leasing berasal dari Bahasa Inggris to lase yang menyewakan. Perusahaan leasing di Indonesia disebut perusahaan sewa guna usaha. Kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan untuk keperluan barang-barang modal yang diinginkan oleh nasabah. Pembiayaan disini artinya jika nasabah membutuhkan barang-barang modal seperti peralatan kantor atau mobil dengan cara disewa atau dibeli secara kredit, maka pihak leasing dapat membiayai keinginan nasabah sesuai dengan perjanjian.
Dalam Buku Seri Literasi Keuangan OJK Pembiayaan disebutkan bahwa sewa guna (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lease) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.  (Soemitra, 2009)
Landasan hukum perusahaan leasing yaitu:
a.    Surat Keputusan Bersama No. 122/MK/IV/2/1974 tanggal 7 februari 1974 tentang perijinan usaha leasing.
b.    Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 mei 1974 tantang perijinan usaha leasing.
c.    Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.650/MK/IV/6/1974 tanggal 6 mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing.
d.   Surat edaran Dit.Jen.Moneter No.Peng.307/DJM/III.1/7/1974 tanggal 8 juli 1974 tentang :
1)   Tata cara perizinan
2)   Pembatasan usaha
3)   Pembukuan
4)   Tingkat suku bunga
5)   Perpajakan
6)   Pengawasan dan pembinaan
e.    Surat Dit.Jen.Pajak No. D. 15.4/II/8/34-3/1976 tanggal 23 desember 1976 tentang ketentuan PPS dan PBDR.

1.      Produk-produk Leasing
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemberian fasilitas leasing adalah sebagai berikut:
a.             Lessor.
Merupakan perusahaan leasing yang membiayai keinginan nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal. Lessor dalam financial lease bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai barang modal dengan mendapatkan keuntungan.
b.             Lessee.
Merupakan nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang modal yang diinginkan.
c.             Supplier.
Yaitu pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai perjanjian antara lessors dengan lessee dan dalam hal ini suplier juga dapat bertindak sebagai lessor. Dalam mekanisme financial lease, suplier langsung menyerahkan barang kepada lease tanpa melalui pihak lessor sebagai pihak yang memberikan pembiayaan.
d.            Bank dan kreditur
Dalam suatu perjanjian atau kontrak leasing, pihak bank atau kreditur lain tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut, namun pihak bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor.  (Darmawi, 2006)
Jenis-jenis perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatannya dibagi kedalam beberapa  kelompok yaitu:
a.       Finance Leasing (sewa guna usaha pembiayaan)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barng modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan dan pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi leasing. Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imblan atau jasa penggunaan barang tersebut lesse akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang berubah uang rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama. Jumlah rental ini secara keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor ditambah fktor bunga serta keuntungan pihak lessor. Selanjutnya capital atau finance lease masih bias dibedakan menjadi 2 yaitu:
1)    Direct finance lease
Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumny belum pernah memilike barang yang dijadikan objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang atas permintaan lesse dan akan dipergunakan oleh lessee.
2)   Sale and lease back
Dalam transaksi ini lesse menjual barang yang telah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan uatu konrak leasing antara lesse dengan lessor. Dengan memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan direct finance lease. Di sini lesse memerlukan cash yng bisa dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem sale and lease back memungkinkan lessor memberikan dana untuk keperluan apa saja kepada kliennya dan tentu saja dana yang dibutuhkana sesuai dengan nilai objek barang lease.

b.      Operating lease (sewa menyewa biasa)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan selanjutnya disewagunakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewa guna usahakan atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya. Perusahaan sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya – biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan.
c.       Sales – Typed Lease (sewa guna usaha penjualan)
Suatu transaksi sewa guna usaha, dimana produsen atau pabrikan juga berperan sebagai perusahaan sewa guna usaha sehingga jumlah traksaksi termasuk bagian laba sudah diperhitungkan oleh produsen atau pabrikan.
d.      Leveraged Lease  
Suatu transaksi sewa guna usaha, selain melibatkan lessor dan lessee juga melibatkan bank atau kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar transaksi.
e.       Cross Border Lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse terletak pada dua negara berbeda.  (Kasmir, 2002)
2.      Mekanisme Pelaksanaan Leasing
Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat mekanisme yang harus dijalankan sebagai beikut:
a.       Lessee bebas memilih dan menentukan pealatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan.
b.      Setelah lessee mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lesor disertai dokumen lengkap.
c.       Lesse mengefaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lessee lalu ditanda tangani.
d.      Pada saat yang sama lease dapat menanda tangani kontrak asuransi  seperti yang tercantum dalam kontrak lease
e.        Kontrak  pemberian pealatan akan ditanda tangani lessor dengan suplaier peralatan tersebut.
f.       Suplaier dapat  mengirimkan peralatan  yang dilease ke lokasi lessee. Untuk  mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian tersebut.
g.      Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
h.      Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lessee), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada lessor.
i.        Lessor membayar harga peralatan yang dileasee kepada supplier.
j.        Lesse membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam kontrak lease. (Suyatno, 1999)
  1. Perkembangan Perusahaan Leasing dan Tinjauan Syariah Terhadap Leasing di Indonesia
1.    Definisi Leasing (Ijarah)
Ijarah menurut Bahasa berasal dari kata Ajru yang berarti `iwadh (ganti upah). Sedangkan menurut istilah, para ulama mendefenisikan ijarah, antara lain sebagai berikut :
a.    Hanafiyah, ijarah adalah aqad untuk membolehkan kepemilikan manfaat yang diketahui dan sisengaja dari suatu zat yang disewa sengan imbalan.
b.    Mahkiyah, ijarah adalah nama bagi aqad-aqad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan.
c.    Fatwa Dewan Syariah, ijarah adalah aqad penggunaan hak guna (manfaat) atas jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah tanpa diikuti dengan peindahan kepemilikan barang itu sendiri.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa ijarah adalah menukar suatu dengan adanya imbalan yang dikenal dengan sewa menyewa dan upah mengupah yang tidak diiringi dengan perpindahan milik.
Sewa menyewa adalah menjual manfaat, sedangkan upah mengupah adalah menjual tenaga atau jasa. Dengan demikian sewa diperguankan untuk pemanfaatan barang sedangkan upah dipergunakan untuk tenaga atua jasa. Karena ijarah adalah akad yang mengtur pemanfaatan hak guna tanpa terjadinya perpindahan  kepemilikan, maka banyak orang yang menyamakan ijarah dengan leasing. Hal ini terjadi karena kedua istilah tersebut sama-sama mngacu pada ihwal sewa menyewa.  (Rizal, 2005)
2.    Jenis – jenis ijarah
Dilihat dari segi objeknya, akad ijarah dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Ijarah yang bersifat manfaat, seperti sewa menyewa rumah, toko, pakaian, dan perhiasan
b. Ijarah yang bersifat pekerjaan, dengan cara memperkerjakan seseorang untuk melakukan suati pekerjaan, ijarah seperti ini boleh asal pekerjaannya jelas dan dibenarkan oleh syara’.
Berdasarkan kedua macam ijarah tersebut akirnya berkembanglah ijarah sesuai dengan kebutuhan manusia dan manfaatnnya. Ijarah atau lesing akhirnya menjadi lembaga yang bertujuan untuk menupang kegiatan tersebut.

3.    Perbedaan Ijarah dan Leasing
Perbedaan dan persamaan antara ijarah dan leasing, yaitu sebagai berikut :
a.       Objek
Bila dilihat dari segi objek yang disewakan, leasing hanya berlaku untuk sewa menyewa barang saja. Sefangkan pada ijarah objek yang disewakan bisa berupa barang maupun jasa atau tenaga kerja, dimana ijarah bila diitetapkan untuk mendapatkan manfaat barang disebut sewa menyewa, sedangkan bila ditetapkan untuk mendapatkan manfaat tenaga atau jasa diseut upah mengupah.

b.      Metode pembayaran
Bila dilihat dari segi metode pembayaran, leasing hanya memiliki satu metode pembayaran saja, yakni yang bersifat not contingen of performance , artinya pembayaran sewa pada leasing tidak tergantung pada kinerja obbjek yang disewakan. Disisi lain, dari segi metode pembayaran ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewakan (jualah), dan ijarah yang pembayarannya tergantung pada objek yang disewakan(ijarah).

c.       Perpindahan kepemilikan
Dari aspek perpindahan kepemilikan, dalam leasing dikenal ada dua jenis yaitu operating lease dan finance lease. Sedangkan pada ijarah sama seperti operating lease, yakni tidak adanya perpindahan kepemilikan diawal maupun diakir periode, namun demikian pada akir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah sikenal ijarah muntahiaya bittamlik / IMBT (sewa yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati diawal perjanjian.

d.      Lease – purchase
Variasi lain dari leasing adalah lease – purchase (sewa-beli) yakni kontrak sewa sekaligus beli. Dalam kontrak sewa beli ini, perpindahan kepemilikan terjadi selama periose sewa secara bertahap, bila kontrak sewa belil ini dibatalkan, hak milik barang terjadi antara milik penyewa dengan milik yang menyewakan, dalam ijarah tidak ada.

e.       Sale and lease back
Ini terjadi bila misalnya A menjual barang X ke B, tetapi karena tetap ingin memiliki barang X, B meyewakan kembali kepada A, dengan kontrak financial lease, sehingga A mempunyai pilihan untuk memiliki barang X tersebut akhir periode.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Leasing termasuk ke dalam salah satu bentuk lembaga pembiayaan karena yang dikatakan dengan lembaga pembiayaan adalah suatu badan usaha yang di dalam melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Sedangkan leasing adalah setiap kegiatan pembiayaanperusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, leasing termasuk salah satu jenis lembaga pembiayaan karena leasing membiayai perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modal.
Perjanjian sewa guna usaha yang lahir pada prosedur mekanisme leasing terdiri dari ketentuan-ketentuan yang salah satunya adalah ketentuan mengenai tanggung jawab para pihak terhadap objek leasing. Pembagian dan pengaturan mengenai tanggung jawab para pihak terhadap objek leasing tersebut pada umumnya dipengaruhi dan ditentukan oleh jenis pembiayaan yang terdapat dalam perjanjian leasing itu sendiri, namun secara khusus pembagian dan pengaturan tersebut pada dasarnya harus didasarkan pada kesepakatan para pihak dalam perjanjian. Sedangkan untuk pelaksanaannya harus dilakukan berdasarkan undang-undang.


DAFTAR PUSTAKA
Darmawi, H. (2006). Pasar Finansial dan Lembaga-lembaga Finansial. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Kasmir. (2002). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-6. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rizal, S. I. (2005). Lembaga Keuangan Syariah. Batusangkar: STAIN Batusangkar Press.
Soemitra, A. (2009). Bank dan Lembaga Keungan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Suyatno, T. (1999). Kelembagaan Bank. Jakarta: PT Grafindo Pustaka Utama.









 

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Asuransi Syariah dan Konvensional

Makalah Institusi Zakat