Makalah Baitul Mal wal Tamwil



MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
Description: Logo_IAIN_Batusangkar.jpg
Tentang
Baitul Mal wal Tamwil
Oleh
Sherly Agustri Ningsih                 1630401170
sherlyagustriningsihiainbatusangkar.blogspot.com

Dosen
Dr. H. SYUKRI ISKA, M.Ag
IFELDA NENGSIH, S.EI, M.A


JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017



BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul mal dan baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti zakat, infak dan shodaqoh. Sedangkan baitut tamwil sebagai usaha pengumpulan dan dan penyaluran dana komer.  Di Indonesia sendiri setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah. Operasinalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyakat kecil dan menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan mikro, seperti BPR syariah dan BMT yang bertujuan untuk mengatasi hambatan operasioanal daerah.
Disamping itu di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang hidup serba berkecukupan muncul kekhawatiran akan timbulnya pengikisan akidah. Pengikisan akidah ini bukan hanya dipengaruhi oleh aspek syiar Islam tetapi juga dipengaruhi oleh lemahnya ekonomi masyarakat. Oleh sebab itu peran BMT agar mampu lebih aktif dalam memperbaiki kondisi tersebut.
Untuk mewujudkan masyarakat adil dan efisien, maka setiap tipe dan lapisan masyarakat harus terwadahi, namun perbankan belum bisa menyentuh semua lapisan masyarakat, sehingga masih terdapat kelompok masyarakat yang tidak terfasilitasi.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Baitul Mal wal Tamwil dan Prosedur Pendirian Baitul Mal wal Tamwil
1.      Definisi Baitul Mal wal Tamwil
Baitul Mal wal Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, Baitul Mal wal Tamwil juga bisa menerima titipan zakat, infak dan sedekah, serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya.
Baitul Mal wal Tamwil adalah lembaga ekonomi atau keuangan Syariah non perbankan yang sifatnya informal. Disebut informal karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya. (Janwari, 2002)
Oleh karena itu, keberadaan BMT selain bisa dianggap sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah seperti zakat, infaq dan shadaqah, juga bisa dianggap sebagai institusi yang bergerak di bidang investasi yang bersifat produktif seperti layaknya bank.
Selain berfungsi sebagai lembaga keuangan BMT juga bisa berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Sebagai lembaga keuangan ia bertugas menghimpun dana dari masyarakat (anggota BMT) dan menyalurkan kembali kepada msyarakat (anggota BMT).  lembaga ekonomi ia juga berhak melakukan kegiatan ekonomi, seperti perdagangan, industri dan pertanian. Dan dapat disimpulkan bahwa lembaga keuangan non perbankan ini harus dirumuskan secara sederhana agar dapat ditangani dan dimengerti oleh para nasabah yang sebagian besar berpendidikan rendah. Aturan-aturan dan mekanisme kerja di BMT dibuat dengan lentur, efisien dan efektif sehingga memudahkan nasabah untuk memanfaatkan fasilitasnya. Selain itu, kebijakan yang diambil oleh BMT hendaknya terkait dengan kepentingan mendasar dari para anggota. Hal ini perlu dilakukan agar pihak-pihak yang terlibat terus termotivasi untuk membina dan mengembangkan lebih lanjut.
Lembaga bait mal ini berkembang bersamaan dengan pengembangan masyarakat muslim dan pembentukan negara Islam (masyarakat madani) oleh Rasulullah kala itu. Landasan keberadaan institusi keuangan publik secara normatif adalah adanya anjuran al-Qur’an untuk menyantuni orang miskin secara sukarela. (Muhammad, 2007)
BMT dapat lebih diungkapkan dari segi ciri-ciri yang dimilikinya. Ciri-ciri ini diungkapkan dalam redaksi yang berbeda-beda oleh para ilmuan. Salah satunya adalah ciri-ciri BMT menurut A. Djazuli dkk (2002: 184-185) mengemukakan bahwa:
a)      Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan lingkungannya.
b)      Bukan lembaga sosial tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan penggunaan zakat, infak, dan sedekah bagi kesejahteraan orang banyak.
c)      Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat sekitarnya.
d)     Milik bersama masyarakat kecil bawah dan kecil dari lingkungan BMT itu sendiri, bukan milik orang atau orang dari luar masyarakat.

2.      Prosedur Pendirian Baitul Mal wal Tamwil
Sebelum prosedur pendirian BMT ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni masalah lokasi atau tempat usaha kegiatan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan lokasi kantor BMT, yaitu:
a)      Lokasinya strategis, yakni lokasi berdekatan dengan pusat perdagangan, usaha-usaha industri kecil dan rumah tangga, dan usaha ekonomi lainnya
b)      Berdekatan dengan masjid atau mushalla karena BMT mengadakan pengajian rutin dan pertemuan bisnis.
Terdapat beberapa tahap yang harus ditempuh ketika akan mendirikan sebuah BMT. Namun, yang paling penting dari pendirian sebuah BMT, adalah mesti adanya pemrakarsa. Pemrakarasa inilah yang akan memobilisasi potensi sampai bisa membentuk sebuah BMT. Jika pemrakarasa telah ada, maka langkah selanjutnya adalah pembentukan Panitia Penyiapan Pendirian BMT (P3B) di lokasi di mana BMT itu akan didirikan. P3B yang dibentuk itu disusun seramping mungkin dan tidak terlalu banyak melibatkan unsur birokrasi yang menungkinkan mereka tidak bisa bekerja secara penuh. Struktur P3B itu terdiri dari penasehat dan panitia pelaksana.
Jika P3B telah terbentuk, maka langkah selanjutnya P3B mencari modal awal atau modal perangsang sebagai modal minimal untuk beroperasinya sebuah BMT. Modal awal tersebut bisa berasal dari perorangan, lembaga, yayasan, BAZIs, Pemerintah Daerah, atau sumber lainnya. Dan juga, P3B juga dapat mencari modal awal yang berasal dari para pemodal pendiri dari sekitar 20 sampai dengan 40 orang.
Apabila para pemodal pendiri telah ada, maka langkah selanjutnya adalah menyusun pengurus. Pengurus ini nantinya akan menjadi wakil dari para pendiri dan pemilik modal dalam mengarahkan kebijakan BMT. Karena itu, pengurus yang terbentuk berkewajiban untuk mencari dan memilih calon pengelola BMT. Dan pengelola tersebut bertugas untuk mengerahkan dana simpanan para jamaah dan masyarakat sekitarnya, memberikan pembiayaan kegiatan usaha kepada para nasabah, dan pembukuan.
Selain itu, pengurus juga bertugas mempersiapkan legalitas hukum untuk usaha sebagai KSM denga mengirim surat ke PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) dan Koperasi dengan menghubungi Kepala Kantor Koperasi dan PPK dengan menyatakan maksud untuk mendirikan koperasi. Dan apabila semuanya telah dilakukan, maka BMT telah siap untuk menjalankan operasi bisnisnya. Dalam BMT dibedakan anatara pendiri dan pengelola. Para pengelola BMT mesti memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (Janwari, 2002)
1)      Memiliki landasan iman dan keikhlasan dalam beribadah
2)      Memiliki semangat dan komitmen yang kuat membela kaum dzu’afa.
3)      Amanah, jujur dan berpotensi bekerja secara profesional
4)      Minimal berpendidikan D3, sebaiknya S1
5)      Berasal dari sekitar BMT itu dan bersedia untuk bertempat tinggal di sekitar BMT

1.      Operasional BMT
            Sistem bagi hasil adalah pola pembiayaan keuntungan maupun kerugian antara BMT dengan anggota penyimpan berdasarkan perhitungan yang disepakati bersama. BMT biasanya berada di lingkungan masjid, Pondok Pesantren, Majelis Taklim, pasar maupun di lingkungan pendidikan. Biasanya yang mensponsori pendirian BMT adalah para aghniya (dermawan), pemuka agama, pengurus masjid, pengurus majelis taklim, pimpinan pondok pesantren, cendekiawan, tokoh masyarakat, dosen dan pendidik. Peran serta kelompok masyarakat tersebut adalah berupa sumbangan pemikiran, penyediaan modal awal, bantuan penggunaan tanah dan gedung ataupun kantor.
            Untuk menunjang permodalan, BMT membuka kesempatan untuk mendapatkan sumber permodalan yang berasal dari zakat, infaq, dan shodaqoh dari orang-orang tersebut. Hasil studi Pinbuk (1998) menunjukkan bahwa lembaga pendanaan yang saat ini berkembang memiliki kekuatan antara lain:
a.       Mandiri dan mengakar di masyarakat,
b.      Bentuk organisasinya sederhana,
c.       Sistem dan prosedur pembiayaan mudah,
d.      Memiliki jangkauan pelayanan kepada pengusaha mikro.
     Kelemahannya adalah :
a.    Skala usaha kecil,
b.    Permodalan terbatas,
c.    Sumber daya manusia lemah,
d.   Sistem dan prosedur belum baku.
Untuk mengembangkan lembaga tersebut dari kelemahannya perlu ditempuh cara-cara pembinaan sebagai berikut:
a.       Pemberian bantuan manajemen, peningkatan kualitas SDM dalam bentuk   pelatihan, standarisasi sistem dan prosedur,
b.       Kerjasama dalam penyaluran dana,
c.       Bantuan dalam inkubasi bisnis.

2.      Kepengurusan (Struktur Organisasi)
Struktur organisasi BMT yang paling sederhana harus terdiri dari Badan Pendiri, Badan Pengawas, Angoota BMT, dan Badan Pengelola. Badan Pendiri adalah orang-orang yang mendirikan BMT dan mempunyai hak prepogatif yang seluas-luasnya dalam menentukan arah dan kebijakan organisasi BMT. Dalam kapasitas ini, Badan Pendiri adalah salah satu struktur dalam organisasi BMT yang berhak mengubah Anggaran Dasar dan bahkan sampai membubarkan BMT itu sendiri.
Badan Pengawas adalah sebuah badan yang berwenang dalam menetapkan kebijakan operasional BMT. Yang termasuk ke dalam kebijakan operasional adalah antara lain memilih Badan Pengelola, menelaah dan memeriksa pembukuan BMT, dan memberikan saran kepada Badan Pengelola berkenaan dengan operasional BMT. Anggota BMT adalah orang yang secara resmi mendaftarkan diri sebagai anggota BMT dan dinyatakan diterima oleh Badan Pengelola. Selain hak untuk mendapatkan keuntungan atau menanggung kerugian yang diperoleh BMT, anggota juga memiliki hak untuk memilih dan dipilih sebagai anggota Badan Pengawas.
Badan Pengelola adalah sebuah badan yang mengelola organisasi dan perusahaan BMT serta dipilih dari dan oleh anggota Badan Pengawas ( Badan Pendiri dan Perwakilan Anggota). Sebagai pengelola organisasi dan perusahaan BMT. Badan Pengelola ini biasanya memiliki struktur organisasi tersendiri. (Janwari, 2002)
3.      Sumber dan Alokasi Dana BMT
BMT sebagai lembaga keuangan syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan bagi hasil usaha antara pemilikndana (rab al-maal) yang menyimpan uangnya di BMT, BMT selaku pengelola dana (mudharib), dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha. Dalam mengelola dana yang ada pada BMT, BMT menggunakan beberapa prinsip operasionalnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Heri Sudarsono (2003: 89-90) yaitu:
1.      Prinsip bagi hasil
Setiap jenis usaha yang didalamnya ada prinsip bagi hasil maka akan ada pembagian hasil antara BMT dengan nasabahnya. Jenis usaha yang memakai prinsip bagi hasil adalah:
a.      Al-Mudharabah
b.      Al-Musyarakah
c.       Al-Muzara’ah
d.      Al-Muraqah
2.      Prinsip jual beli
Prinsip ini merupakan salah satu tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi kuasa melakukan pembelian barang atas nama BMT, dan kemudian bertindak sebagai penjual, dengan menjual barang yang telah dibelinya tersebut ditambah mark-up. Jenis usaha yang memakai prinsip jual beli adalah:
a.      Bai’ al-Mudharabah
b.      Bai’ al-Salam
c.       Bai’ al-Istisna
3.      Prinsip non profit
Ini merupakan suatu prinsip yang sering disebut sebagai pembiayaan kebajikan atau pembiayaan yang bersifat sosial dan non komersial. Dalam pembiayaan ini nasabah cukup mengembalikan pokok pinjaman saja. Contohnya: al-Qardhul Hasan.
4.      Prinsip akad bersyarikat
Akad bersyarikat adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih yang masing-masing pihak mengikut sertakan modal (dalam berbagai bentuk) dengan perjanjian pembagian keuntungan atau kerugian yang disepakati. Contoh usaha bersyarikat ini adalah:
a.      Al-Musyarakah
b.      Al-Mudharabah
5.      Prinsip pembiayaan
Penyediaan uang dan tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam diantara BMT dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya beserta bagi hasil setelah jangka waktu tertentu. Jenis-jenis pembiayaan ini adalah:
a.       Pembiayaan al-murabahah
b.      Pembiayaan al-mudharabah
c.       Pembiayaan al-musyarakah
Selain itu BMT juga terdapat prinsip-prinsip non bisnis lainnya dalam operasionalnya seperti dalam produk input dana ibadah seperti zakat, infak, sedekah yang diserahkan langsung kepada yang berhak menerimanya. (Iska, 2005)
Secara fungsional, operasional BMT adalah hampir sama dengan BPR Syariah. Yang membedakannya hanya pada sisi lingkup dan struktur, dilihat dari fungsi pokok operasional BMT, ada dua fungsi pokok dalam kaitan dengan kegiatan perekonomian masyarakat. Kedua fungsi tersebut adalah:
1.      Fungsi pengumpulan dana (Funding)
2.      Fungsi penyaluran dana (Financing)
Sebagai lembaga keuangan syariah, BMT memiliki dua jenis dana yang dapat menunjang kegiatan operasinya, yaitu:
a.       Dana bisnis
Sebagai input dana dapat ditarik kembali oleh pemiliknya.
b.      Dana ibadah
Sebagai input dana yang tidak dapat ditarik oleh yang beramal.
Sebagai gambaran tentang produk-produk BMT tersebut Muhammad (2000: 118-119) diuraikan sebagai berikut:
1)      Produk pengumpulan dana BMT
a)      Simpanan Wadiah
Simpanan wadiah  adalah titipan dana yang tiap waktu dapat ditarik pemilik atau anggota dengan cara mengeluarkan semacam surat berharga pemindah bukuan/transfer dan perintah membayar lainnya. Simpanan yang berakad wadiah ini ada dua jenis:
a.       Wadiah Amanah
b.      Wadiah Yadhomanah
b)      Simpanan Mudharabah
Simpanan mudharabah  adalah simpanan pemilik dana yang penyetoran dan penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Jenis simpanan ini diantaranya:
a.       Simpanan Idul Fitri
b.      Simpanan Idul Adha
c.       Simpanan Haji
d.      Simpanan Pendidikan
e.       Simpanan Kesehatan, dan lain-lain.
2)      Produk penyaluran dana
Ada berbagai jenis penyaluran dana atau pembiayaan yang dikembangkan oleh BMT, yang kesemuanya itu mengacu pada dua jenis akad, yaitu:
a.       Akad Syariah
b.      Akad Jual Beli
Dari dua akad ini dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki oleh BMT dan anggotanya. Diantara pembiayaan yang sudah umum dikembangkan oleh BMT maupun lembaga islami lainnya adalah:
1)      Pembiayaan Mudharabah             3) Pembiayaan Musyarakah
2)      Pembiayaan Murabahah               4) Pembiayaan al-Qardhul

 
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti zakat, infak dan shodaqoh. Sedangkan baitut tamwil sebagai usaha pengumpulan dan dan penyaluran dana.
 BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) atau balai usaha mandiri terpadu merupakan sistem simpan pinjam dengan pola syari’ah. BMT menghimpun dana dari anggota dan calon anggota atau masyarakat dengan akad Wadi’ah atau Mudhorobah/Qirodh atau Qard. Sedangkan peminjaman atau pembiayaan dengan menggunakan salah satu diantara lima akad Mudhorobah/Qiradh, Musyarokah/Syirkah, Murabahah, Bai’ Bitsaman Ajil dan Qord Hasan.






DAFTAR PUSTAKA
Janwari, H.A.Lembaga-lembaga Perekonomian Umat Sebuah Pengenalan.2002.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Iska, Syukri dan Rizal.Lembaga Keuangan Syariah.2005.Batusangkar: STAIN Batusangkar Press
Muhammad.Lembaga Ekonomi Syariah.Yogyakarta: Graha Ilmu


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Koperasi Syariah dan Konvensial

Makalah Asuransi Syariah dan Konvensional

Bursa Efek/Pasar Modal